Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0, Apa Bedanya?

Pada awal era industri, tujuan utama diciptakannya teknologi adalah untuk mempermudah serta mempercepat segala aspek pekerjaan yang dilakukan manusia. Konsep ini masih mengusung teknologi sebagai alat yang dikendalikan manusia atau manusia sebagai subjek. Kemudian, muncul konsep Society 5.0 yang menjadikan manusia sebagai objek atau komponen utama atas kebermanfaatan teknologi saat ini.

Sebagai informasi, manusia telah melewati berbagai fase kehidupan, mulai dari Society 1.0 saat manusia baru mengenal konsep berburu dan mengumpulkan (hunting and gathering). Fase Society 2.0 ketika manusia mulai mengenal cara bercocok tanam, dan seterusnya. Kini, tibalah pada fase Society 5.0, sebuah konsep yang mengusung teknologi sebagai bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, apa bedanya dengan revolusi industri 4.0?

 

Apa itu Society 5.0?

Pada dasarnya, konsep Society 5.0 merupakan perubahan gaya hidup dari manusia yang bekerja menggunakan teknologi menjadi teknologi yang melayani manusia. Sebagai contoh, mobil diciptakan sebagai kendaraan manusia agar dapat mendistribusikan barang dengan lebih cepat. 

Pada era Society 5.0, mobil sebagai teknologi tidak lagi dikendarai manusia, tapi melayani manusia dengan sendirinya. Hal ini berkaitan dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Secara tidak langsung, era ini sudah dirasakan oleh manusia dengan kehadiran mobil listrik yang bisa berjalan dengan sendirinya.

 

Penggagas Society 5.0

Jepang menjadi pelopor atas hadirnya Society 5.0 yang telah diperkenalkan pada tahun 2019. Konsep ini didasari atas munculnya era Revolusi Industri 4.0 yang dikhawatirkan banyak orang dapat menghilangkan nilai-nilai karakter kemanusiaan serta ancaman pengambilalihan pekerjaan manusia oleh teknologi. Sehingga, perlu adanya tindakan antisipasi yang telah dirancang dalam konsep Society 5.0.

 

Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0

Perlu diketahui, Revolusi Industri 4.0 merupakan suatu sistem yang diterapkan industri dengan metode Cyber Physical System (sistem siber-fisik). Sebuah mesin tidak lagi dikendalikan oleh manusia layaknya mobil yang bisa berjalan sendiri dengan kemampuan kecerdasan buatan. Layaknya manfaat teknologi, Revolusi Industri 4.0 dibuat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, pekerjaan manusia juga berisiko diambil alih oleh sistem siber-fisik ini.

Sebagai informasi, Revolusi Industri pertama, yaitu Revolusi Industri 1.0, terjadi ketika manusia menggunakan mesin sebagai alat yang membantu pekerjaan manusia menggunakan mesin uap. Pada Revolusi Industri 2.0, terjadi produksi massal secara besar-besaran dengan ditemukannya tenaga listrik untuk yang pertama kali.

Revolusi Industri 3.0 lahir atas banyaknya teknologi canggih yang tercipta akibat perang, salah satunya mesin komputer dan otomatisasi yang telah mengganti peran manusia dalam beberapa bidang pekerjaan. Sementara itu, revolusi Industri 4.0 secara tidak langsung telah kita rasakan dengan kemunculan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), nanotechnology, biotechnology, quantum computer technology, blockchain atau cryptocurrency, segala teknologi yang berbasis internet, serta printer 3D.

Revolusi Industri 4.0 dapat mempengaruhi banyak bidang, antara lain model pelayanan dan bisnis, produktivitas yang berkelanjutan, industri manufaktur, siklus hidup produk, keamanan informasi dan teknologi, hingga pendidikan dan kemampuan pekerjanya.

 

Cara Menghadapi Society 5.0

Lalu bagaimana Society 5.0 mengantisipasi dampak atas Revolusi Industri 4.0? Raden Wijaya Kusuma Wardhana, Asdep Deputi Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah Kemenko PMK, menerangkan bahwa di era Society 5.0 manusia memerlukan tiga kemampuan kognitif yang harus dimiliki yakni kreatifitas, berpikir kritis, serta komunikasi dan kolaborasi.

Kemudian, ada empat kompetensi yang harus dimiliki manusia antara lain pengetahuan, kemampuan, sikap, dan nilai-nilai moral. Salah satu langkah antisipasi ini bisa ditempuh melalui jalur pendidikan. Selain pengetahuan dan kemampuan, pembentukan karakter manusia bisa berkembang melalui peran guru atau dosen sebagai tenaga pendidik yang menjadi role model, lingkungan pertemanan, serta lingkungan keluarganya.

Pendidikan merupakan salah satu upaya agar manusia tidak tertinggal dengan teknologi yang berkembang pesat. Sebagai contoh, kini mesin pembajak otomatis yang dikendalikan oleh sistem bisa menggerus pekerjaan petani. Langkah antisipasi yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan teknologi informasi kepada petani maupun calon petani agar dapat mengendalikan mesin tersebut melalui sistem.

Langkah tersebut bisa dimulai dengan mengambil Magister Teknik Informatika di BINUS GRADUATE PROGRAM, sebuah program yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dunia industri khususnya di bidang teknologi informasi dan sistem informasi dalam membantu perusahaan bersaing dalam dunia bisnis serta mendukung konsep Society 5.0 dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Informasi lebih lengkap klik di sini!

Whatsapp