REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN TEKNOLOGI TERKINI UNTUK MENDUKUNG SISTEM PRODUKSI TANAMAN DAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
Visi dari lembaga pangan dan pertanian dunia, Food and Agriculture Organization (FAO), adalah “dunia yang bebas dari kelaparan dan malnutrisi, di mana makanan dan pertanian berkontribusi meningkatkan standar hidup semua orang, terutama yang termiskin, secara ekonomi, sosial dan lingkungan yang berkelanjutan”, untuk membantu negara-negara anggotanya saling menyadari visi bersama secara individual di tingkat nasional dan secara kolektif di regional, dan tingkat global. Sejalan dengan visi FAO, tujuan yang kedua dari 17 Sustainable Development Goals (SDG’s) atau tujuan pembangunan berkelanjutan adalah mengakhiri kelaparan untuk mencapai ketahanan pangan dan peningkatan nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan. Produktivitas pertanian juga ditargetkan menjadi ganda dan memastikan sistem produksi pangan yang berkelanjutandan, menerapkan praktik pertanian yang tangguh pada tahun 2030, dan keberlanjutannya. Peningkatan produktivitas dan produksi juga dimaksudkan untuk membantu menjaga ekosistem, memperkuat kapasitas untuk adaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrem, kekeringan, banjir dan bencana lainnya. Pada tahun 2020, tujuan kedua juga memiliki target yang sangat penting untuk mempertahankan keragaman genetik benih, tanaman budidaya dan pertanian termasuk melalui benih yang dikelola dengan baik dan terdiversifikasi dan menanam bank di tingkat nasional, regional dan internasional, dan mempromosikan akses ke dan pembagian manfaat yang adil, yang timbul dari pemanfaatan sumber daya genetik dan terkait pengetahuan tradisional, seperti yang disepakati secara internasional. Ada potensi bahwa teknologi terbaru berkontribusi secara signifikan terhadap menciptakan produksi pertanian yang efisien dan mengoptimalkan bio-sumber daya untuk mencapai target kedua SDGs. Ada banyak pendekatan, metode, atau teknologi terbaru dalam Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0) untuk mendukung pencapaian target kedua SDGs.
Setelah belajar bahwa dunia memasuki era ekonomi berbasis bio dan era RI 4.0, keduanya dapat dipahami sebagai pendorong, terutama bagaimana kita mengoptimalkan sumber daya hayati dengan menggunakan tren terbaru teknologi untuk mendukung target SDGs. Keanekaragaman hayati dunia harus dimanfaatkan untuk memberi makan dunia, bahan baku industri, serta energi untuk warga di dunia. RI 4.0, didefinisikan sebagai dampak lintas sektor teknologi informasi dan komunikasi, khususnya Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan Cyber Physical Systems (CPS), serta teknologi terkini lainnya seperti Big Data, Gen Sequencing, Cloud Computing, Blockchain, dan lain-lain. Tujuan utamanya adalah untuk melakukan revolusi industri yang memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dalam kebutuhan produksi, alokasi sumber daya yang efisien dan integrasi proses, serta integrasi komponen seperti mesin, perangkat lunak, dan manusia; dan dalam interaksi waktu nyata. Konsep Industri 4.0 adalah sebuah kenyataan yang akan mempengaruhi sektor pertanian dan perubahan signifikan dalam cara produksi dan perdagangan pertanian di tahun-tahun mendatang, secara lebih efisien. Revolusi ini didukung oleh pengembangan sistem yang mentransfer tren teknologi terkini menuju sistem produksi pertanian yang lebih efisien dan produktif; inti dari revolusi adalah interaksi sistem digital dengan sistem produksi fisik pertanian.
Pertanian dalam Revolusi Industri Keempat
Dari survei RI 4.0 baru-baru ini, Industri 4.0 adalah visi yang luas dengan konteks dan arsitektur referensi yang jelas, yang pada prinsipnya dikategorikan dengan menjembatani sumber daya industri fisik dan teknologi digital dalam apa yang disebut sistem siber-fisik. Industri 4.0 merangkul manufaktur
cerdas di mana sumber daya diubah menjadi objek cerdas sehingga mereka dapat merasakan, bertindak, dan berperilaku dalam lingkungan yang cerdas melalui berbagai pilar Industri 4.0. Kombinasi antara teknologi sistem produksi yang disematkan dengan proses produksi yang cerdas di Industri 4.0 untuk melapisi era teknologi baru yang pada prinsipnya akan merenovasi industri menjadi model bisnis dengan rantai nilai dan rantai nilai produksi yang lebih efisien secara signifikan. Manufaktur cerdas menggunakan teknologi utama seperti IoT, CPS, Cloud Computing, Big Data Analytic, dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Perkembangan Industri 4.0 seringkali termasuk digitalisasi atau otomasi skala penuh. Industri 4.0 adalah model yang bergeser ke manufaktur dan produksi cerdas terdesentralisasi dari sistem lama yang terpusat. Industri 4.0 mengacu pada otomatisasi manufaktur dan penciptaan pabrik cerdas. Dampak Industri 4.0 pada berbagai aspek seperti rantai nilai global, pendidikan, kesehatan, lingkungan, pasar tenaga kerja dan banyak ekonomi dan sosial diharapkan.
Pertanian 4.0 diambil dari istilah “Industri 4.0” dan mengacu pada peningkatan integrasi TI dan teknologi komunikasi dengan produksi pertanian di mana perspektif masa lalu, sekarang dan masa depan dijelaskan menggunakan sistem jaringan cerdas yang menggabungkan berbagai jenis data dari berbagai sumber yang sangat berpotensi meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Transparansi juga muncul dalam manajemen rantai pasokan dan rantai nilai komoditas pertanian strategis. Pertanian 4.0 sangat bermakna dan bermanfaat bagi pertanian serta lingkungan di mana kegiatan ekonomi hilir mencapai pelanggan akhir secara lebih vcepat damn efisien. Model untuk masa depan adalah pertanian yang sepenuhnya otomatis dan otonom.
RI 4.0, bagaimanapun, bukan hanya tentang mesin dan sistem yang cerdas dan terhubung, namun cakupannya jauh lebih luas. Banyak hal terjadi secara bersamaan yaitu gelombang terobosan di berbagai bidang mulai dari pengurutan gen hingga nanoteknologi, dari energi terbarukan hingga komputasi kuantum. Perpaduan teknologi ini dan interaksinya di seluruh domain fisik, digital, dan biologis yang membuat revolusi industri keempat secara fundamental berbeda dari revolusi sebelumnya. Pembangunan pertanian harus memanfaatkan tren teknologi terkini untuk mendukung sistem produksi tanaman serta rantai pasokan komoditas pertanian secara umum yang mencakup semua tanaman strategis utama di negara-negara di seluruh dunia. Inovasi di bidang biologis, khususnya genetika, juga sangat menakjubkan perkembangannya. Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan besar telah dicapai dalam mengurangi biaya dan meningkatkan kemudahan pengurutan genetik, serta pengeditan gen. Biologi sintetis adalah langkah selanjutnya yang akan berkembang di era RI 4.0. Ini akan memberi kita kemampuan untuk menyesuaikan organisme dengan menulis DNA sesuai kebutuhan. Kemajuan ini tidak hanya akan memiliki dampak yang mendalam dan langsung pada berbagai sector, tetapi juga pada pertanian dan produksi energi baru dan terbarukan.
Revolusi Pertanian Keempat atau Agriculture 4.0 diyakini sudah berjalan, dan industri pertanian akan segera didisrupsi dan diubah menjadi industri berteknologi tinggi. Ada banyak inovator yang mempelopori upaya untuk memanfaatkan peluang dan potensi pasar melalui peningkatkan efisiensi hasil, meningkatkan efisiensi rantai pasokan, dan mengurangi kompleksitas di sepanjang rantai nilai pertanian. Meskipun investor atau perusahaan konvensional baru berusaha memulai, namun perlahan-lahan akan berkembang, dimana pemain lama agrokimia sudah banyak berinvestasi dalam teknologi pertanian didukung teknologi-teknologi terkini. Dalam hal ekosistem pertanian, ada bukti peningkatan di tujuh bidang inovasi utama :
1. Mengubah rute rantai nilai: banyak pemain mencoba dan berhasil merubah rantai nilai melalui pengiriman langsung ke konsumen, perlengkapan makan, e-niaga makanan, dan sejenisnya untuk mengurangi inefisiensi rantai pasokan
2. Teknologi efisiensi tanaman: contohnya adalah inovator start-up dan lintas industri yang menawarkan drone, robot, platform berbagi data besar serta teknologi irigasi, tanah, dan tanaman untuk meningkatkan hasil yang efektif
3. Bio-kimia dan bio-energi: meningkatkan pengurangan resiko ekologis, para inovator mengembangkan agrokimia, bio-material dan bio-energi yang diproduksi secara biologis
4. Teknologi pangan dan daging buatan: perusahaan sedang mengembangkan daging dan telur nabati untuk memanfaatkan “protein berkelanjutan” untuk melawan gagasan delapan kilogram biji-bijian untuk menghasilkan satu kilogram daging .
5. Pertanian terkendali dan vertikal: inovasi pendatang baru yang menunjukkan potensi adalah rumah kaca cerdas dan pertanian terkendali
6. Produk berbasis nano: perusahaan memproduksi pupuk nano, pelapis nano untuk benih, pestisida nano, farmasi nano, dan sejumlah bahan berbasis nano
7. Big Data dan penemuan gen: perusahaan menggunakan bioinformatika dan sekuensing gen untuk menemukan karakter spesifik tanaman untuk meningkatkan produktivitas.
Di negara berkembang, RI 4.0 memberikan dua pilihan, mengadaptasi atau mentransformasi sektor pertanian, model bisnis pertanian, platform inovasi pertanian ke dalam sistem digital bersama dengan pemanfaatan tren teknologi terkini. Pertanian 4.0, sudah berkembang terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Israel, Belanda, China, India, Korea Selatan, dan Taiwan yang pada umumnya inovatif dalam implementasinya. Indonesia juga sudah memulai, dimana Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mencanangkan Program nasional “Making Indonesia 4.0” dengan prioritas 5 sektor yaitu : makanan dan minuman, tekstil dan busana, industri kimia, transportasi, dan elektronika.
Pendorong Pertanian dalam Revolusi Industri Keempat
Meskipun Pertanian 4.0 dianggap didorong oleh otomatisasi dan konektivitas ekstrem, semakin terbukti bahwa disrupsi tidak hanya berasal dari teknologi, tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan lain seperti globalisasi, pergeseran demografi, tren makroekonomi, dan seterusnya. Oleh karena itu, tidak cukup untuk memahami pendorong Pertanian 4.0 hanya dari sudut pandang teknologi. Perilaku dan komunikasi manusia dalam masyarakat tertentu merupakan sistem yang sangat kompleks, dengan berbagai jenis keadaan dan kondisi lingkungan, sehingga menggunakan sudut pandang parsial tidak cocok untuk mengukur dan memahami fenomena secara keseluruhan. Untuk menekankan kerumitannya, kita harus mewaspadai fakta bahwa pertanian tidak berdiri sendiri, dan perkembangan teknologi juga tidak berlangsung secara mandiri; selalu berinteraksi dengan perkembangan ekonomi, masyarakat dan politik. Selain itu, sistem pangan di berbagai negara terjalin dalam berbagai cara, mulai dari perdagangan bahan mentah hingga produk. Sebagian besar nilai tambah ekonomi makanan ada di pertanian tetapi dalam pemrosesan makanan akhir dan eceran, dan di ujung rantai makanan adalah konsumen, yang kebutuhan dan permintaannya juga mempengaruhi produksi dan pasokan makanan. Di sisi lain, perusahaan dalam rantai makanan dapat memberikan pengaruh politik dan sosial yang cukup besar, mempengaruhi permintaan konsumen. Oleh karena itu, ini harus dipahami sebagai sistem yang sangat kompleks, dan untuk kepentingan penelitian ke depan, memerlukan banyak faktor dan tingkat ketidakpastian yang menjadi pertimbangan.
Belajar dari berbagai pengalaman empiris, empat penggerak pertanian adalah teknologi, energi dan lingkungan, ekonomi dan politik, serta sosial dan kesehatan. Sedangkan dua belas megatren umum di empat pendorong tersebut adalah perkembangan teknologi yang cenderung disruptif, perubahan bauran energi, kekurangan sumber daya, perubahan iklim, tingkat pengetahuan masyarakat, pergeseran ekonomi, globalisasi, norma baru, dunia, pergeseran demografis, urbanisasi dan mobilitas, dan kesehatan. Pemicu dan megatren yang berdampak pada pertanian yang disebutkan di atas mungkin belum lengkap, namun hal ini berfungsi sebagai pertimbangan terkait masa depan pertanian, dan sebagai pedoman pandangan dalam Pertanian 4.0. Kembali ke tujuan kedua dari SDGs, yang bertujuan untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan gizi serta mempromosikan pertanian berkelanjutan, Pertanian 4.0 perlu menjadi prioritas untuk
diimplementasikan sesuai dengan sumberdaya dan potensi yang ada, dan menjadi sesuatu yang sangat penting dan prioritas secara nasional di setiap negara. Memperbaiki dan meningkatkan produksi pangan semata-mata tidak akan berhasil untuk mengakhiri kelaparan. Pasar yang berfungsi dengan baik, peningkatan pendapatan bagi petani kecil, akses yang sama ke teknologi dan lahan, dan peningkatan investasi, semuanya berperan dalam menciptakan sektor pertanian yang dinamis dan produktif yang membangun ketahanan pangan.
RI 4.0 untuk Sektor Pertanian dan Dampaknya
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tujuan sektor pertanian tidak lagi hanya untuk memaksimalkan produktivitas, tetapi untuk mengoptimalkan di seluruh lanskap produksi, pembangunan pedesaan, lingkungan, keadilan sosial, dan hasil konsumsi makanan yang jauh lebih kompleks. Namun, masih ada tantangan yang signifikan untuk mengembangkan kebijakan nasional dan internasional yang mendukung bentuk penggunaan lahan yang lebih berkelanjutan dan produksi pertanian yang efisien. Kurangnya arus informasi antara ilmuwan, praktisi dan pembuat kebijakan dipahami menghambat capaian target-target SDG’s di sector pertanian. Namun demikian diyakini bahwa RI 4.0 dengan konsep fundamentalnya memainkan peran mendasar dan faktor pengungkit untuk mencapai tujuan akhir sektor pertanian. Selain itu, tren teknologi terkini di balik RI 4.0 sebagai faktor pengungkit, memberikan tantangan khusus untuk sektor pertanian, model bisnis pertanian, pengembangan pedesaan pertanian, platform inovasi pertanian dengan dua pilihan, adaptasi atau transformasi ke sistem digital dengan memanfaatkan beberapa tren terkini khususnya teknologi fundamental yang diuraikan di atas untuk mencapai target-target efisiensi dan peningkatan produktifitas, produksi pertanian sergta kebdrlanjutannya.
Pertanian cerdas, pertanian presisi perlu menyesuaikan untuk memenuhi permintaan pangan yang terus meningkat, perlu untuk mengembangkan sistem pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan. Pertanian membutuhkan peningkatan investasi yang substansial untuk memenuhi permintaan pangan yang terus meningkat, menyesuaikan diri dengan perubahan pola makan dan membuat sistem pertanian berkelanjutan. Mekanisasi dan input yang efisien sangat penting untuk transformasi sistem pertanian. Upaya penelitian yang cukup besar telah dihabiskan untuk pengembangan model di sektor pertanian di banyak negara. Namun, penerapan model inovatif pertanian untuk pertanian individu masih terbatas, meskipun banyak keuntungan dari pertanian cerdas; cara pencapaiannya dalam dimensi produktivitas, profitabilitas, dan keberlanjutan masih memerlukan upaya yang lebih maksimal. Pembuat kebijakan perlu menggerakkandan terus mempromosikan pengembngan start-up berbasis teknologi RI 4.0, dan bahkan juga untuk mendukung Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk berinvestasi dalam teknologi ini untuk mengikuti revolusi teknologi yang sedang berjalan, dan juga yang akan datang, untuk menjadi efisien dan kompetitif, terdepan dalam realitas ekonomi. Selain itu, proses pelatihan harus direncanakan dan diimplementasikan secara massif, untuk solusi dan inovasi pertanian, sekaligus merespon kebutuhan masyarakat luas akan pangan. Kemampuan untuk menerapkan data di sepanjang rantai pasokan pertanian dapat memungkinkan pertumbuhan produktif dari proses pertanian yang ada, menuju pertanian inovatif dan produktif.
Proses yang ditempuh oleh industri juga mempengaruhi proses produksi pangan di bidang pertanian. Industrialisasi baru-baru ini dari proses produksi pertanian telah menyebabkan masalah lingkungan utama, misalnya, degradasi tanah, erosi, pemadatan, dan polusi. Ini berarti hilangnya kualitas tanah dan jasa eko-sistemik yang telah dijamin oleh tanah dari waktu ke waktu. Beberapa bukti dari situasi tanah yang dramatis ini dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, menawarkan beberapa solusi potensial. Memahami bagaimana teknik industri mengelola pertanian telah menghasilkan degradasi tanah yang harus diperbarui. Dalam hal ini, RI 4.0 harus mencakup tidak hanya inovasi teknologi tetapi juga masalah lingkungan. Dalam pengertian ini, tujuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mencakup sektor ekonomi sebagai aktor yang bertanggung jawab dan berguna untuk pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sumber daya alam, misalnya tanah, di sektor primer harus diperlakukan sesuai dengan kriteria keberlanjutan agar dapat maju menuju perkembangan teknologi yang semakin canggih.
RI 4.0 saat ini sudah sangat maju baik dari sudut pandang ilmiah dan penelitian maupun implementasi dan praktek-praktek di lapangan, serta telah banyak perusahaan menerapkannya, Pertanian 4.0 masih dibatasi dan ditunda secara teori, dan belum diterapkan secara luas. RI 4.0 di bidang pertanian masih terbatas pada perusahaan perintis dan masih langka. Untuk alasan ini, pembuat kebijakan dan pengambil keputusan disarankan untuk berinvestasi pada kemajuan teknologi dan menawarkan kepada semua sektor ekonomi (misalnya, industri dan pertanian) berbagai cara untuk mempromosikan pembangunan yang inovatif dan bahkan berkelanjutan sesuai dengan tujuan SDGs. Untuk alasan ini, pembuat kebijakan harus menawarkan kebijakan yang mendukung perluasan teknologi bagi semua pelaku usaha pertanian, khususnya UKM agar mereka lebih kompetitif di pasar.
Penutup dan Perspektif Masa Depan
Dampak RI 4.0 di bidang Pertanian menciptakan literasi baru pada data, teknologi, dan kemanusiaan. Pertanian cerdas dan pertanian presisi, yang telah dikembangkan dalam revolusi industri sebelumnya telah ditingkatkan dengan tren teknologi terbaru dan terkini di era RI 4.0. Pemanfaatan RI 4.0 menjadikan sektor pertanian sebagai peluang bisnis dengan menerapkan teknologi terkini untuk modernisasi proses pertanian dan memainkan peran penting dalam permintaan pasar saat ini. Digitalisasi sektor swasta dengan sektor publik dengan revolusi TIK membantu penerapan Pertanian 4.0 di negara berkembang. Rekomendasi operasional sistem pertanian di negara berkembang dengan upaya inkremental dari adaptasi ke transformasi: 1) Mengelola big data pertanian yang mencakup genom tanaman, geospasial, tanah, iklim pertanian, rantai pasokan, dan pasar, 2) Adopsi tren terkini teknologi sebagai bagian dari RI 4.0, 3) Mengelola Infrastruktur TIK, 4) Mengelola organisasi yang gesit, 5) Menggeser kolaborasi menjadi ilmu terbuka dan inovasi terbuka, 6) Berpindah dari sistem penelitian ke sistem inovasi, 7) Mengelola sumber daya manusia dan membangun kapasitas melalui pelatihan dan sosialisasi di seluruh masyarakat, 8) Mematuhi prinsip triple bottom-line: ekonomi, sosial, dan lingkungan, dalam penerapan tren teknologi terkini untuk mencapai SDG.
Daftar Pustaka/Bibliografi
Braun, A., Colangelo, E. & Steckel, T. (2018) Farming in the era of industry 4.0. Procedia CIRP.
Deloitte, M. (2016) From agriculture to AgTech: An industry transformed beyond molecules and
chemicals.
De Wilde, S. (2016) The future of technology in agriculture.
FAO-UN. (2017) The state of food and agriculture: leveraging food systems for inclusive rural
transformation.
FarmNet. (2017) White paper: Agriculture 4.0–ensuring connectivity of agricultural equipment.
King, A. (2017) Technology: The future of agriculture.
O’Grady, M.J., O’Hare, G.M. (2017) Modelling the smart farm information processing in agriculture.
Inf. Process. Agric.
Kementerian Perindustrian. (2018) Making Indonesia 4.0.
Patil, T.G., Shekhawat, S.P. (2019) Industry 4.0 implications on agriculture sector: an overview
Schwab, K. (2016) The fourth industrial revolution. World Economic Forum.
United Nation. (2017) The sustainable development goals report.