Mengenal Turing Test untuk Mengetes Kecerdasan Buatan

Photo Credit: Lucas Fonseca (Pexels)

Seiring perkembangan teknologi, manusia terus berinovasi untuk mencapai sebuah kesuksesan dalam menciptakan kecerdasan buatan yang bisa menyamakan manusia. Banyak orang menyetujui adanya perkembangan kecerdasan buatan dan ada juga yang takut akan perkembangannya yang pesat. Untuk itulah, kecerdasan buatan terus diuji dari tahun ke tahun.

Dr. Lukas dalam Guest Lecture Program Studi Magister Teknik Informatika (MTI) BINUS  GRADUATE PROGRAM menjelaskan bagaimana perkembangan kecerdasan buatan dan machine learning yang kini sangat berpengaruh dalam dunia. Ketua dari Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS) ini juga menjabarkan sebuah uji untuk mesin komputer atau kecerdasan buatan. Seperti apakah uji tersebut?

Apa itu Turing Test?

Pada 1950, Alan Turing, seorang ahli matematika asal Inggris, menuliskan sebuah esai yang berjudul “Computing Machinery and Intelligence”. Dalam esai itu, ia melontarkan sebuah pertanyaan yang menjadi landasan dikembangkannya kecerdasan buatan hingga kini. Ia bertanya-tanya, “Apakah mesin dapat berpikir?”

Ia memiliki keyakinan bahwa suatu saat akan ada sebuah mesin yang bisa berpikir seperti manusia. Namun, ia juga memandang bahwa bila hal itu terjadi, maka bisa membawa sebuah masalah besar. Untuk itulah, Alan Turing membuat sebuah tes yang disebut Turing Test atau  Tes Turing.

Tes Turing merupakan sebuah uji pada mesin untuk melihat tingkat kecerdasan mesin tersebut.  Alan Turing berpendapat jika manusia bisa membuat sebuah mesin yang dapat berpikir, maka harus ada sebuah kriteria yang pasti untuk mengatakan apakah mesin tersebut mampu menyamai kecerdasan manusia.

Tahapan Turing Test

Alan Turing menciptakan Tes Turing dengan sebuah pembatas antara investigator dan dua sistem yang melakukan tes. Dua sistem yang melakukan tes adalah manusia dan mesin komputer. Investigator akan menanyakan pertanyaan yang sama tanpa mengetahui siapa yang menjawab, apakah mesin atau manusia. Jika keduanya bisa menunjukkan cara pikir yang sama, maka mesin tersebut sudah mencapai kecerdasaan yang setara dengan manusia. 

Banyak ahli pada masa itu yang menyanggah tes tersebut. Mereka mengatakan bahwa Tes Turing belum tentu 100% valid. Jika mesin komputer bisa lolos Tes Turing, itu bukan berarti mesin dapat berpikir seperti manusia. Beberapa ahli berpendapat bahwa mesin dapat melakukan perilaku yang konsisten sehingga bisa lolos dari tes.

Muncullah dua tipe hasil, salah satunya weak equivalence di mana kedua sistem, baik manusia maupun mesin, akan memiliki hasil setara, namun cara berpikir yang berbeda. Hasil lainnya adalah strong equivalence, yang berarti mesin memiliki cara berpikir dan hasil yang setara dengan manusia.

Tujuan Turing Test

Seperti yang sudah disebut sebelumnya, Tes Turing diciptakan untuk mengetahui level kecerdasan suatu mesin. Salah satu produk dari perkembangan tes ini adalah munculnya sistem chatbot. Bila Anda kerap menggunakan aplikasi, pasti tak asing lagi dengan fitur chatbot

Chatbot adalah salah satu bentuk mesin pintar yang sudah ditanamkan informasi-informasi terkait. Misalnya, Anda menggunakan aplikasi e-commerce dan ingin mengajukan komplain. Anda akan bertemu mesin penjawab yang menanyakan Anda terkait komplain yang diajukan. Sayangnya, fitur chatbot masih kurang menjawab kebutuhan manusia.

Mesin tak seperti manusia yang memiliki ikatan emosi sehingga mereka tak merasakan empati. Padahal, beberapa masalah membutuhkan adanya rasa empati yang bisa dirasakan manusia. Selain itu, chatbot sendiri hanya bisa menangani masalah-masalah yang dasar. Untuk masalah kompleksm masih membutuhkan bantuan manusia karena mesin tak bisa berpikir sendiri untuk memecahkan kasus yang rumit.

3 Cara Pikir Manusia

Jika mesin tetap harus mengandalkan manusia untuk memecahkan masalah yang rumit, lalu bagaimanakah sebetulnya cara manusia berpikir? Apakah mesin juga bisa meniru cara berpikir manusia? Dalam berpikir, manusia akan memperoleh pengetahuan terlebih dahulu. Berikut ini tiga pemetaan manusia dalam memperoleh pengetahuan dan berpikir.

  1. Input

Segala sesuatu yang ada di dunia bisa dipetakan dalam kepala atau model otak manusia dengan mudah. Misalnya dengan menyebutkan kata ‘rumah’, kita akan langsung membayangkan sebuah bangunan tempat seseorang berlindung tanpa harus melihat terlebih dahulu gambarnya.

  1. Output

Kebalikan dari input, output adalah bagaimana manusia bisa memetakan apa yang terdapat di dalam otak ke dunia nyata. Hal ini disebut juga sebagai aktuator.

  1. Relasi antara keduanya

Tipe ini termasuk gabungan keduanya dan merupakan pengetahuan abstrak tentang dunia nyata. Tahapan yang terjadi adalah sebagai berikut; proses input dimulai dari memetakan atau menerima sensor, kemudian muncul problem representation, lalu berkembang menjadi learning atau pembelajaran, setelah itu memasuki proses output di mana muncul knowledge representation dan aktuator di dunia nyata.

Proses learning atau pembelajaran itulah yang menjadikan kecerdasan manusia unik. Suatu kecerdasan harus memiliki aspek pembelajaran. Dalam aspek tersebut, kinerja sistem memiliki kemajuan karena terjadi proses peningkatan kualitas. Misalnya, Anda memiliki kalkulator yang bisa menghitung ratusan angka. Kemampuan tersebut membuat kalkulator disebut sebagai mesin pintar. Namun, jika kalkulator Anda bisa memprediksi perhitungan apa yang sering Anda kerjakan, itulah mesin cerdas yang memiliki aspek learning.

Reference: https://www.youtube.com/watch?v=3y_WpDxmMmY

Whatsapp