Membongkar Kehebatan Chatbot AI dan Sinerginya dengan Pendidikan Tinggi
Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence – AI) terus berkembang pesat dan memberikan dampak yang signifikan di berbagai bidang, termasuk pendidikan tinggi. Salah satu perkembangan terbaru adalah Chatbot AI atau ChatGPT, yang dikembangkan oleh OpenAI dengan menggunakan model bahasa GPT (Generative Pre-trained Transformer). ChatGPT merupakan alat generatif yang mampu menghasilkan teks seperti percakapan manusia, dengan memanfaatkan dataset teks yang luas dari berbagai sumber seperti buku, artikel, dan situs web.
Prof. Sani M. Isa, Direktur dari BINUS Graduate Program dan juga dosen Computer Science Program BINUS UNIVERSITY, mengemukakan pendapatnya tentang pemanfaatan teknologi Chatbot AI (ChatGPT) dalam pendidikan tinggi. Dalam pandangannya, ChatGPT merupakan model bahasa kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh OpenAI menggunakan model bahasa GPT (Generative Pre-trained Transformer). Prof. Sani menjelaskan bahwa ChatGPT memiliki kemampuan menghasilkan teks seperti percakapan manusia dengan menggunakan dataset teks yang luas dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, dan situs web.
“Salah satu keuntungan terbesar dari ChatGPT adalah kemampuannya untuk menghasilkan respon yang alami dan seringkali sulit dibedakan dari teks yang dihasilkan manusia. Hal tersebut menjadikannya alat yang sangat baik untuk aplikasi percakapan, seperti chatbot, layanan pelanggan, dan asisten virtual,” jelas Prof. Sani.
Contohnya, pengajar dapat menggunakan ChatGPT untuk menyusun course outline dan materi perkuliahan, membuat rencana aktivitas pembelajaran di kelas, serta membuat soal latihan atau ujian. Bagi mahasiswa, ChatGPT dapat membantu dalam proses penulisan, meringkas artikel atau buku, menerjemahkan bahasa asing, dan bahkan menjadi partner diskusi atau asisten riset. Sedangkan bagi peneliti, ChatGPT dapat membantu dalam studi literatur, memberikan ide penelitian lanjutan, meringkas paper atau buku, melakukan analisis data, dan memeriksa tata bahasa.
Namun, Prof. Sani juga mengingatkan bahwa penggunaan ChatGPT dalam lingkungan akademik perlu memperhatikan beberapa risiko yang mungkin timbul. Salah satunya adalah masalah kontrol kualitas. Karena ChatGPT menggunakan model bahasa, terdapat kemungkinan hasil yang diberikan tidak akurat, terutama dalam menyelesaikan permasalahan komputasional atau masalah aljabar. Selain itu, konten yang dihasilkan oleh ChatGPT perlu diperiksa ulang kebenarannya, mengingat tidak semua sumber di internet dapat dianggap benar atau valid.
Prof. Sani juga menyoroti pentingnya integritas dan keamanan dalam penggunaan ChatGPT di bidang pendidikan dan riset. Selain itu, penggunaan ChatGPT juga berpotensi melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) karena dapat menghasilkan konten yang dilindungi hak cipta atau kode perangkat lunak, terutama jika tidak dibuat oleh manusia, hal ini berkaitan dengan keilmuan Computer Science BINUS UNIVERSITY yang berperan dalam mengembangkan solusi keamanan yang dapat mencegah serangan dan pelanggaran privasi dalam penggunaan teknologi chatbot. Mahasiswa didorong untuk mempelajari dan menerapkan praktik terbaik dalam mengamankan sistem komputer dan melindungi data sensitif.