Menembus Literasi Keuangan dengan Industri Fintech
Financial technology atau yang lebih akrab disebut dengan fintech merupakan terobosan baru dalam dunia keuangan. Di Indonesia sendiri, pertumbuhan fintech cukup cepat. Salah satu alasan mengapa fintech begitu diminati di Indonesia adalah karena literasi keuangan yang belum merata.
Hal ini diungkapkan oleh Ravilano Roestam, PMO Lead di FINMAS (Oriente), dalam webinar bertajuk “The Challenges of Fintech Application” yang diselenggarakan program Magister Akuntasi BINUS Graduate Program pada Kamis (8/10). Ravilano yang memegang posisi penting dalam perusahaan fintech ini menjelaskan peran fintech dalam memberikan solusi keuangan yang mudah dan fleksibel bagi masyarakat Indonesia.
Gabungan teknologi, finansial, dan sosial
Apabila sebelumnya seseorang harus pergi ke bank untuk menikmati layanan perbankan, mulai dari tabungan, giro, investasi, hingga pinjaman, kini ada terobosan baru. Sesuai dengan namanya, fintech menggabungkan teknologi dengan finansial, sekaligus aspek sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat yang selama ini kurang memanfaatkan layanan perbankan karena kurangnya literasi keuangan atau karena keterbatasan lainnya.
Melalui pemanfaatan teknologi dalam menghadirkan layanan perbankan, fintech mampu menjangkau masyarakat di berbagai pelosok Indonesia. Bahkan orang-orang yang ada di kampung atau desa pun bisa menggunakan layanan dari fintech ini. Aplikasi dan layanan fintech dibuat sedemikian rupa untuk memudahkan pengguna dari berbagai kalangan. Ini juga merupakan peran aspek sosial yang mampu menciptakan customer experience yang baik.
Layanan keuangan konvensional vs fintech
Secara garis besar, proses dan persyaratan yang diimplementasikan oleh layanan keuangan konvensional jauh lebih rumit dibandingkan dengan fintech. Apa saja yang termasuk ke dalam layanan keuangan konvensional? Contohnya seperti bank, perusahaan multifinance, pegadaian, dan juga rentenir.
Layanan keuangan konvensional ini memiliki kelemahan. Pertama, akses untuk mendapatkan layanan keuangan konvensional ini sangat terbatas. Lagi-lagi Anda dan nasabah lainnya harus mendatangi kantor cabang agar bisa dilayani. Kedua, layanan keuangan konvensional mengharuskan nasabah untuk melampirkan dokumen fisik. Sayangnya, banyak sekali nasabah yang terhambat dalam proses pengajuan pinjaman karena dokumen fisik yang hilang atau sudah rusak.
Ketiga, layanan keuangan konvensional akan melakukan penilaian berdasarkan credit history nasabah untuk mengetahui apakah nasabah tersebut layak mendapat pinjaman atau tidak. Kemudian, layanan keuangan konvensional umumnya mewajibkan agunan atau penahanan aset sebagai jaminan.
Permasalahan seperti di atas sepenuhnya musnah dengan kehadiran fintech yang berbasis digital. Fintech melakukan proses underwriting assessment menggunakan data vintage. Selain itu, nasabah juga dimudahkan dengan adanya digital platform yang mudah dimengerti dan digunakan. Jadi jika dilihat dari sisi praktikalitas, jelas fintech lebih baik ketimbang layanan keuangan konvensional.
Komponen fintech
Ada tiga komponen fintech yang diatur dalam POJK Nomor 77/POJK.1/2016, yakni harga, proses dan teknologi, serta aspek manusia. Regulasi dari OJK ini bertujuan agar seluruh proses kerja fintech di Indonesia sama rata dan tidak akan merugikan nasabah maupun perusahaan fintech itu sendiri. Dalam komponen harga, fintech diperbolehkan untuk membebankan bunga (tenure), loan processing cost (LPC), dan tambahan biaya lainnya yang akan dijadikan sebagai profit perusahaan.
Kemudian dalam komponen proses dan teknologi, harus ada sistem loan origination, manajemen risiko, waktu untuk mengisi data nasabah dan juga waktu untuk menyetujui permohonan nasabah, juga proses pengumpulan/penagihan dana.
Selanjutnya, komponen yang berhubungan dengan aspek manusia ini meliputi nasabah sekaligus karyawan yang bekerja dalam perusahaan fintech. Komponen ini meliputi area coverage dari fintech itu sendiri. Diharapkan pertumbuhan fintech yang semakin pesat di Indonesia dapat memungkinkan hadirnya layanan keuangan yang bisa dinikmati oleh seluruh warga dari Sabang sampai Merauke. Lalu, harus adanya pemahaman akan dunia finansial serta teknologi yang mumpuni dari perusahaan fintech. Tidak luput juga mindset yang cekatan dalam menghadapi segala situasi.
Peluang-peluang bermitra dengan fintech
Fintech tidak bisa berkembang dengan baik tanpa adanya upaya untuk bermitra dengan sektor bisnis lainnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa masih cukup banyak masyarakat yang was-was dengan keamanan dari layanan fintech. Ravilano mengungkapkan bahwa sejatinya perusahaan fintech bisa bekerja sama dengan kompetitor seperti bank, perusahaan asuransi, serta perusahaan ritel.
Banyak bank yang tidak mampu menyetujui pinjaman nasabah karena persyaratan yang terlalu ketat. Melalui partnership dengan fintech, bank dapat mengalihkan nasabah tersebut ke layanan fintech, sehingga tercipta win-win solution. Fintech pun bisa memperluas layanan dan memberikan added value bagi nasabah dengan partnership bersama perusahaan asuransi, baik itu asuransi jiwa maupun asuransi umum.
Terakhir, fintech juga akan sukses bekerja sama dengan perusahaan ritel. Ketika ada calon pembeli yang kekurangan uang tunai, mereka dapat memanfaatkan layanan pinjaman dari fintech dengan cepat dan mudah.