Templosion di Abad ke-21: Peran Teknologi dan COVID-19 dalam Modernitas Bisni

Templosion adalah istilah yang diciptakan oleh Edie Weiner, menjelaskan sebuah fenomena di mana suatu momen atau event besar menghasilkan ledakan dalam waktu yang sangat pendek. Dampak yang terasa pun begitu masif, namun terasa sangat cepat, membuat waktu pun seakan-akan seperti terpotong. Seperti bagaimana tahun 2020 hampir terasa tidak nyata saking cepatnya waktu berlalu akibat COVID-19.

Topik inilah yang dibawakan oleh Raden Florentinus Suryo Susilo, Senior Advisor di Arthur D Little Asia Tenggara dan Direksi CIMA Asia Tenggara, dalam sesi kuliah umum di acara Inagurasi Program Magister BINUS Graduate Program (BGP) pada Sabtu, 12 Juni 2021. Acara ini dilaksanakan via Zoom dan dihadiri oleh para mahasiswa baru yang tergabung dalam BGP. Berikut ini paparan dari Florentinus yang sudah dirangkum.

Bagaimana templosion memengaruhi kehidupan manusia

Sekarang di era modern ini, semuanya bisa dilakukan dalam hitungan menit saja. Dalam 20 tahun saja, kita bisa melihat perubahan signifikan dalam tren telepon genggam. Smartphone yang sekarang kita pegang jauh lebih hebat dan lebih ringan dibanding handphone kotak yang ada di tahun 1998. Konsep “internet berjalan” yang dulu tidak pernah terbayangkan, kini menjadi realita.

Templosion seperti ini disebabkan oleh perkembangan teknologi. Baik disadari maupun tidak, perubahan luar biasa ini akan dan sudah berdampak pada evolusi model bisnis serta transisi dalam lingkup pekerjaan. Tidak bisa dipungkiri juga kalau kebutuhan pasar pun ikut berubah akibat templosion teknologi ini. Contohnya seperti IBM yang semula berjualan hardware kini bertransisi ke service dan data, sementara Microsoft berubah dari fokus penjualan software ke mobile dan gaming.

Templosion akibat teknologi

Perubahan terbesar akibat adanya perkembangan teknologi adalah tren otomatisasi (automation) di berbagai sektor industri. Contoh yang paling utama adalah di pabrik. Semua, pabrik menggunakan banyak tenaga kerja manusia, bahkan sebagian besar mungkin tidak memiliki tanggung jawab yang signifikan terhadap bisnis. Kini, pabrik menggunakan robot dan Internet of Things. Dampak positifnya, bisnis bisa menghemat waktu dan biaya, sekaligus menurunkan risiko error atau faulty products.

Hal yang sama juga bisa dilihat di Bursa Efek yang semula selalu dipenuhi lautan manusia, sekarang semua data dan informasi sudah terangkum di sistem. Bila melihat ke luar Indonesia, sudah banyak negara yang mengandalkan robot dan android di kehidupan sehari-hari, seperti untuk pusat informasi dan pengiriman paket. Menurut Florentinus, ke depannya bisnis akan didorong penuh untuk bergerak ke digitalisasi.

Ada begitu banyak inovasi-inovasi teknologi baru yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan performa sistem dan target bisnis yang lebih bisa dikontrol. “Segalanya jadi lebih akurat, termasuk dalam cost dan inventory juga. Proses bisnis juga lebih bagus tanpa risiko human error,” ujar Florentinus.

Jika ditanya apakah otomatisasi itu berisiko bagi manusia, jawabannya adalah tidak. Sejatinya kita tidak perlu khawatir karena ada secara umum ada 3 jenis aktivitas di mana manusia dan teknologi bisa saling berdampingan. Teknologi seperti robot dan AI lebih cocok untuk pekerjaan rutin yang berulang, sementara manusia sangat dibutuhkan untuk pekerjaan yang lebih expert dan analytical.

Templosion akibat COVID-19

Selain teknologi, Florentinus juga mengungkapkan bahwa COVID-19 memiliki peran sebagai akselerator dalam templosion. Ini karena COVID-19 membuahkan banyak sekali ketidakpastian. Tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir, kapan ekonomi akan bangkit, dan bagaimana perubahan new normal akan terjadi.

Namun, semua ini bisa diprediksi dengan menentukan kurva COVID-19. Florentinus menjelaskan bahwa saat ini COVID-19 berpotensi dan diharapkan membentuk kurva W di mana masih ada masa pemulihan dan kebangkitan. Sayangnya, ada juga kemungkinan terburuk, yaitu kurva L yang berarti terjadinya resesi.

Ketidakpastian akibat COVID-19 bisa dinilai, apakah rendah atau tinggi. Hasilnya akan memengaruhi kehidupan bermasyarakat, perilaku manusia, dan model bisnis. Dimulai dari yang paling rendah, maka kita akan kembali ke tren e-commerce yang booming. Jika sudah cukup tinggi, maka muncul kesadaran bagi bisnis untuk memberikan dampak positif yang lebih ke masyarakat dan lingkungan.

Pada akhirnya, kita bisa merasakan bahwa COVID-19 menciptakan pengalaman virtual yang lebih kondusif, lingkungan kerja yang lebih fleksibel, serta bisnis dan produk baru di dunia maya. Dengan begitu, bisa disimpulkan bahwa baik teknologi maupun COVID-19 membawa angin segar dalam dunia bisnis dan memudahkan aktivitas manusia juga.

Whatsapp