Meningkatkan Sektor Kelautan Indonesia Melalui Pemanfaatan IoT

Sebagai negara maritim dengan luas perairan yang mencapai 62% dari total wilayahnya, Indonesia memiliki potensi kelautan yang luar biasa. Sayangnya, kita belum mampu mengoptimalkan potensi ini dengan memanfaatkan teknologi-teknologi terkini, salah satunya melalui Internet of Things (IoT). Padahal IoT disebut-sebut sebagai game-changer bagi sektor kelautan.

Menurut Riyanto Jayadi, pengajar di program Magister Manajemen Sistem Informasi (MMSI), Binus Graduate Program (BGP), BINUS University, IoT menjadi solusi efektif untuk memantau dan melakukan kontrol jarak jauh dengan alat-alat yang relatif murah. Selain itu, para pegiat sektor kelautan juga bisa melakukan otomatisasi untuk beragam aktivitas pengelolaannya.

“IoT sangat membantu para nelayan kelas menengah yang kapalnya sudah cukup besar. Kemudian juga para aktivis yang peduli terhadap bidang kelautan, mereka juga ada kebutuhan monitor berbagai macam kondisi laut,” kata Riyanto dalam wawancara daring pada Rabu (20/12/2023).

Tak hanya itu, para pemelihara tambak ikan juga bisa melakukan pengawasan di beragam lokasi, baik itu di pinggir dan tengah laut, maupun di sekitaran sungai. Para pelaku utama sektor kelautan dapat meninjau kondisi laut, cuaca, dan menentukan waktu paling tepat untuk mencari ikan.

“Para penambak ikan juga bisa memonitor tumbuh kembang ikan agar tetap terjaga. Jangan sampai suhunya terlalu rendah atau tinggi, lalu memastikan pakan ikannya terpenuhi dalam waktu yang cukup sesuai kebutuhannya,” ujar Riyanto.

Berkaca pada Jepang dan Korea Selatan

Sebenarnya, IoT bukan lagi barang baru di Indonesia. Riyanto menyebut sudah banyak startup lokal di bidang kelautan dan perikanan yang memanfaatkan teknologi ini, meskipun belum semasif negara maritim yang lebih maju seperti Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan negara-negara di Eropa Utara.

“Konsumsi ikan mereka tinggi dan produksi ikannya juga sangat tinggi. Mereka cukup concern untuk melakukan budidaya ikan sehingga perangkat IoT yang dipasang di tambak-tambaknya lebih masif ya. Untuk memonitor berbagai macam kondisi kolam ikan mereka,” dia memaparkan.

Hal itu pun berbanding lurus dengan hasil riset Jepang dan Korea Selatan yang cukup banyak di bidang perikanan dan kelautan. Alhasil, adopsi dan implementasi teknologi kian cepat dan canggih. Bahkan, teknologi mereka mampu mendeteksi penyakit yang mungkin menyerang ikan, hingga mengetahui apakah ikan sudah layak panen.

“Cina ini juga sangat masif dalam produksi ikan dan untuk bisa mendukung intensifikasi produksi ikannya dan juga konservasi kelautan. Mereka betul-betul menggunakan IoT di hampir semua lini perikanannya, baik untuk monitoring, mengontrol pakan, mengatur suhu, juga menjaga kualitas air,” ujar Riyanto.

Meskipun Indonesia belum menerapkan teknologi serupa secara masif, Riyanto menyebutkan bahwa beberapa startup dalam negeri sudah berhasil mendorong implementasi IoT di sektor kelautan. Salah satunya adalah eFishery.

Dia menceritakan bahwa perusahaan rintisan asal Bandung tersebut sudah sekitar 10 tahun menjual perangkat untuk melakukan pemberian pakan ikan secara otomatis. Mereka juga sudah bekerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan untuk memberi bantuan finansial kepada para penambak ikan.

“Walaupun dalam penerapannya, karena memang para nelayan kita masih relatif tradisional ya, jadi mungkin bertahap mengarah ke sana. Tapi kalau kita lihat di level industrial, penambak ikan yang industri itu sudah mulai melirik-lirik penggunaan IoT ini. Untuk pemberian makan ikan otomatis juga sudah banyak diterapkan industri,” dia menuturkan.

Mengejar ketertinggalan

Menurut Riyanto, adopsi teknologi terkini akan meningkat seiring perkembangan ekonomi. Hal ini akan mengerek daya beli teknologi para nelayan, penambak ikan, penggiat industri perikanan dan kelautan, lembaga konservasi, serta pemerintah.

“Terutama dari ekonominya, apakah mereka mau dan mampu untuk melakukan investasi perangkat IoT. Juga dari kementerian investasi bisa mendatangkan investor karena kan sumber daya kelautan Indonesia cukup besar. Jadi untuk coba mengembangkan industri kelautan dan perikanan yang pasti akan menggunakan berbagai perangkat IoT,” paparnya.

Selain itu, Riyanto menekankan pentingnya edukasi market. Pihak pemerintah, akademisi, dan para aktivis kelautan perlu menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang manfaat besar yang bisa dinikmati melalui pemanfaatan teknologi IoT.

“Selain itu, edukasi dan riset bersama oleh teman-teman di industri, pemerintah, akademisi, dan lembaga riset, untuk mencoba menerapkan berbagai macam perangkat IoT yang sudah banyak contohnya di luar negeri. Kita coba bawa ke Indonesia,” kata dia.

Tak hanya itu, Riyanto menyoroti pentingnya SDM ahli dalam mengakselerasi perkembangan sektor kelautan melalui IoT. Dalam wawancaranya, ia mengungkapkan bahwa keberhasilan penerapan IoT membutuhkan sinergi antara ahli perikanan dan kelautan dengan ahli teknologi informasi.

“Jadi universitas-universitas yang mempunyai program studi perikanan dan konservasi kelautan ini memang sudah mengarah ke sana untuk bisa mencetak berbagai mancam tenaga ahli dalam perikanan dan kelautan yang mengerti teknologi,” lanjutnya.

Sebelumnya, setiap program studi berjalan dengan keahlian masing-masing. Di satu sisi, para ahli bidang perikanan mencoba meraba-raba penerapan IoT sedangkan para ahli IT buta ilmu terkait budidaya ikan atau konservasi laut.

“Kalau seperti itu tentu tidak akan kuat sehingga sinergi antar universitas, antar program studi perikanan dan kelautan dan IT itu akan sangat baik dalam menghasilkan tenaga ahli yang memang hebat dalam budidaya ikannya, hebat dalam konservasi lautnya, dan hebat juga dalam penerapan IoT dan inovasi-inovasi terbarunya,” ucap Riyanto.

Sinergi dua perguruan tinggi terbaik

Melihat tantangan tersebut, BINUS University dan Universitas Padjadjaran melakukan kolaborasi yang kemudian melahirkan progam magister dengan gelar ganda, menggabungkan keahlihan kelautan, perikanan, dan teknologi.

Terdapat dua program yang bisa dipilih tergantung dari fokus dan tujuan calon mahasiswa, yakni Master of Digital Business Fisheries yang berfokus pada budidaya perikanan dan Master of Marine Digital Technology yang menekankan pada konservasi laut. Meskipun berbeda, kedua program ini memiliki bobot teknologi yang setara.

“Ketika mengambil Master of Digital Business Fisheries, dia akan bisa lebih jauh menerapkan teknologi digital dalam perikanan, proses akuatiknya, IoT-nya, juga perekonomian perikanan dengan memanfaatkan konsep e-commerce, dan e-business,” kata Riyanto.

Selain itu, lanjut dia, mahasiswa akan mempelajari cara pembiyakan ikan, serta water marine aqua culture. Menjelang akhir masa kuliah, tesis yang akan ditekuni berkaitan dengan pengembangan inovasi-inovasi IoT dan penerapan teknologi digital lainnya di industri perikanan.

“Sementara itu, Master of Marine Digital Technology akan lebih kuat ke area konservasi kelautan dan juga pengelolaan laut yang didukung dengan digital teknologi IoT dan berbagai teknologi terbaru lainnya dalam hal memonitor kondisi laut, kemudian kondisi cuaca, juga kondisi ekologi,” dia mengungkapkan.

Riyanto mencontohkan tentang penerapan IoT dalam upaya membersihkan sampah di lautan. Dengan teknologi ini, drone-drone bisa diatur untuk melakukan pengawasan, pembersihan, serta menjaga kondisi habitat laut secara otomatis.

“Juga hubungannya cukup kuat dengan teman-teman di kelautan ini adalah di penginderaan jarak jauh dan geographical information system atau GIS dalam hal penjagaan kelautan,” dia menambahkan.

Boleh disimpulkan, pemanfaatan IoT di sektor kelautan Indonesia bukan semata-mata tren masa depan, melainkan kebutuhan yang mendesak. Dengan membentuk SDM yang berkualitas dan mendorong kolaborasi antar-stakeholder, Indonesia dapat mencapai potensi terbaiknya.

“Jadi mudah-mudahan program ini menelurkan ahli-ahli di bidang konservasi kelautan yang bisa menerapkan inovasi digital. Sementara dari program satu lagi tadi tentang perikanan digital, harapannya lahir tenaga ahli yang concern dalam pembudidayaan ikan juga perikanan dan nelayan, yang memanfaatkan IoT, teknologi digital, dan IT lainnya,” Riyanto berharap.

 

Whatsapp